Wednesday, 30 December 2015

50 ways to encourage a child

https://www.facebook.com/HeadStartgov/photos/a.287704094606286.70421.255094691200560/957617634281592/?type=3&theater

Saturday, 19 December 2015

Baby Photography by Anamaria Brandt

Hậu trường chụp ảnh bé gây sốt vì đáng yêu không đỡ nổi

Làm việc với các siêu mẫu nhí như thế này đảm bảo các nhiếp ảnh gia phải vất vả lắm đây! :)

Posted by Webtretho on Thursday, 12 November 2015

Friday, 18 December 2015

cute girl

Sophie found Santa at Walmart this evening. She saw him then kept sneaking up on him. She asked him if he was Santa at first and if you turn up the volume you can hear the rest. So cute and innocent. I love this!!

Posted by Robert Riley on Wednesday, 9 December 2015

Baby Wrap

Sunday, 13 December 2015

Pudim de Leite Condensado

Pudim de Leite Condensado

Com uma receita tão fácil quanto essa, dá pra fazer pudim de leite condensado agora!Para mais vídeos, te inscreve no canal: http://migre.me/scg4O

Posted by Tastemade Brasil on Wednesday, 2 December 2015

Friday, 27 November 2015

6 Langkah Bentuk Anak Mandiri dan Disiplin

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/15/11/27/nyg338328-6-langkah-bentuk-anak-mandiri-dan-disiplin
Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari

Ibu dan anak (ilustrasi)
Ibu dan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa hal penting yang bisa ditiru dari nilai positif pola asuh Jepang. Mulai dari melatih anak disiplin, mandiri juga membangun kelekatan yang erat antara orang tua dan anak. Bagaimana caranya?

Psikolog Anak, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi, mengatakan senjatanya adalah hubungan disiplin dengan kelekatan erat sekali. “Disiplin tidak akan jalan, kalau kita tidak dekat dengan anak,” ujarnya dalam acara Learning from the Positive of Japanese Parenting, di Aeon Mall, BSD City.

Cara pertama untuk menjadikan anak mandiri dan disiplin adalah ciptakan waktu bersama secara rutin. Idelanya 10 sampai 15 menit setiap hari. Tapi kalau tidak bisa, ibu ayahnya bekerja, bisa seminggu dua atau tiga kali bikin jadwal jalan bersama anak.

Kedua, kenali tahapan perkembangan anak sesuai usia anak. Misalnya anak usia dua tahun, dia sudah bisa mandiri. Dia bisa melepas kaos kaki, membuka tas, menarik resleting, mengambil mainan untuk dikembalikan di kotak mainannya. “Itu sudah cukup latihan dalam dirinya,” ujarnya.

Ketiga, beri kesempatan dan apresiasi. Misalnya anak pakai baju sendiri, melepas sepatu sendiri, dan lainnya. Saat belajar mandiri anak memang akan lama melakukannya, terkadang orang tua tidak sabaran dan ingin segera membantunya. Kadang-kadang orang tua atapun pengasuh anak tidak memberikan kesempatan. “Padahal practice make perfect. Jadi kalau masih lama, berarti masih butuh latihan,” ujarnya.

Keempat, tegakkan batasan. Aturan tetap penting, anak harus tahu semua ada batasannya. Tidak semua yang dia mau, bisa dia dapat. Ada kepentingan-kepentingan orang lain. Dia harus paham itu. Ini melatih empatinya dia juga. “Jadi kamu harus mengantri dulu, di belakangnya dia,” ujar Vera menirukan ungkapan orang tua ke anak.

Kelima, beri contoh yang baik. Tidak usah ceramah berulang kali, nasihat secara berulang. Cukup berikan contoh bagaimana berdisiplin diri, bagaimana mandiri melakukan sesuatu semua sendiri, anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.

Keenam, anak itu tumbuh dari pembiasaan. Pembiasaan itu penting. Apalagi di tahun-tahun awal orang tua disarankan sudah mulai dengan satu kebiasaan tertentu yang nanti akan terbawa sampai dia dewasa kelak.

Misalnya pembiasaan merapikan mainan, sikat gigi, cuci tangan atau merawat diri lainnya. “Kalau anak masih kecil, masih hanya bisa terlentang saja, belum bisa melakukannya sendiri, kitanya yang membiasakan, anak bisa merasakan ritmenya,” ujarnya.

Sunday, 18 October 2015

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA

https://www.facebook.com/groups/182047648480885/permalink/1051599021525739/

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal, dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.
Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya, tulisan itu buruk. Logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.
Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat.
"Maaf, Bapak dari mana?"
"Dari Indonesia," jawab saya.
Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak
anaknya dididik di sini," lanjutnya.
"Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.
"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.
Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.
Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor.
Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam.
Padahal, saat menempuh ujian program doktor di luar negeri, saya dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan para dosen penguji memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun, suasana ujian dibuat sangat bersahabat.
Seorang penguji bertanya, sedangkan penguji yang lainnya tidak ikut menekan. Melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan
kekurangan penuh keterbukaan.
Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
***
Etikanya, seorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan. Tapi yang sering terjadi di tanah air justru penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya.
Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.
Mereka bukannya melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul.
Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga cenderung menguji dengan cara menekan. Ada semacam unsur balas dendam dan kecurigaan.
Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Lantas saya berpikir, pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakter hasil didikan guru-gurunya sangat kuat: yaitu karakter yang membangun, bukan merusak.
Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.
Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti."
Malam itu, saya pun mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa bersalah karena telah memberinya penilaian yang tidak objektif.
Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya justru mengatakan bahwa "gurunya salah". Kini, saya mampu melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut?
Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.
Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau...; Nanti...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun, di lain pihak juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat.
Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.
Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, kecerdasan manusia dapat tumbuh, tetapi sebaliknya juga dapat menurun.
Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi, juga ada orang yang "tambah pintar" dan ada pula orang yang "tambah bodoh".
Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan.
Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman.

Friday, 2 October 2015

32 PHRASES TO STOP TANTRUMS IN 3 AND 4-YEAR-OLDS

Andrea Nair
http://www.andreanair.com/1328-2/

ANDREA NAIR



The trick to communicating successfully with three and four year-olds is to be clever, funny, clear, rested, and to have a method to calming yourself down as fast as possible.
Children this age are often more aggressive and frustrated than they were as toddlers, so being aware of this and meeting their challenging behaviour with strategies and patience are very helpful for all involved.
In addition to trying the phrases I listed in my previous post for toddlers and the ones below, please remember that children do better with full ALIVE tanks and the use of positive discipline. When a child feels important and is guided with limits, boundaries, a friendly tone and empathy, much of the reasons children blow up are eliminated.
Along with my suggestions, I have included helpful phrases that were contributed from parenting educator colleagues and parents from my Facebook page.

WHEN YOUR CHILD IS TRYING TO NEGOTIATE OR BEG:

1. “Asked and answered,” or “You asked, and I already answered.”
2. “You are upset that I won’t give you another cookie. What is a good thing to do when we feel upset?” This puts the focus on managing their feelings and problem solving.
*If you feel your children aren’t listening, consider how you can improve the delivery of your message. Are you repeating? Nagging? Ending something fun? Not reasonable? Talking too much? Expecting more understanding than the child is capable of? These conditions often stop people from hearing you.
3. “What do you need to do in order to feel done?” – When your child is resisting instructions that it is time to go. Also this one…
4. “What can I help with so you feel ready to go?”

WHEN TEMPERS FLARE:

5. “I’m curious what happened here.” (Instead of, “What did you do?!?”)
6. “It is totally okay to feel angry—I would too. When you can, find some words to tell me so I can help you find an answer/get what you need.” – Jenni P
7. “It is okay to be mad, but it is not okay to be mean.”
8. “Calm first, talk second. Do you need help to calm down or can you do that on your own?”
9. “I see you are mad. It is not okay to hurt, break or throw.” If the child continues to ramp up, you might try this: “Is this worth losing ____ over? I am here to help you calm down so you don’t lose ____.”
Use a consequence that is reasonable, age-appropriate and that the child has been forewarned about when everyone is calm. I strongly suggest that families make a calm-down plan so adults and children know what steps to follow when anger bubbles over. Use these elements in your plan:
a) a key-word to remind you of your plan like “freeze” or “stop,”
b) an action to let the “anger bubbles” come out like jumping 10 times, clapping your hands, count backwards from 11,
c) remind yourself to breathe,
d) ask yourself this question: what do I need?,
e) then use your words to say what you need. This hopefully will lead into a problem solving discussion.
The family can agree that if the plan isn’t used and hurting, breaking or throwing end up happening, then _____ will be the consequence. Reassure your child that you will help him/ her with the calm-down plan. This strategy works best when all members of the family use it.

PICKY EATING:

10. “You do not need to eat, but you do need to sit at the table with the rest of the family.” (takes the pressure off and 9 times out of 10, they eat!).  – Sarah Remmer, RD
11. “What can we add to this food to make it super-tasty?” – Also from Sarah Remmer.

SLEEP:

12. “Mommy and daddy feel so great because we were able to sleep because you did such a great job of staying in your bed all night long. Thank you so much!” They want to make us proud and contribute to our own well-being. It’s important to let them know when they’ve done so. – Alannah McGinn
13. “Sleep is where our body and brain grow! I can’t wait to sleep tonight.”
14. “Later, after I tuck you into bed, I can’t wait to read my book and climb into my own cozy bed and sleep” from this wonderful NY Times Motherlode piece by Heather Turgeon, co-author of The Happy Sleeper

FRUSTRATION:

15. There are four steps/ phrases to handling frustration:
a.  Show your child you see his or her upset (this helps your child feel important).
“You threw the car—I see you are upset.”
Put a hand on your melting-down child and softly say, “I know, kiddo. I know.”
b. Use a feelings word.
“Your brother took you car and now you look angry. Is that right?”
c. Pause, giving your child time to process these first two steps.
d. Help your child move into rational thought by asking a question that focuses on problem solving or to find some words to explain.
“Do you need a 1) Break, 2) To try again, or 3) Help?”

WHEN/ THENS (OR AFTER/ THEN, FIRST/ THEN) CAN ALSO BE USED IN MANY SITUATIONS:

16. “When your hands are clean, then I know you are ready to eat.”
17. “After tidy time, we can certainly start a new puzzle.”
18. “First we brush our teeth, then we can get the LEGO out.”
19. I try to set expectations, situations or transitions for my four-year-old. I usually say, “______ first, _______  second” and I try to make the second thing something he wants. ex: “dinner first, dessert second.” -Jamie W

TO DIFFUSE A POWER STRUGGLE:

20. “Can I help you _____?” It puts them in the place of power. We’re just there to help. This has really encouraged cooperating in my 3-4 year olds. You could even add, “I love working with you” or “can you show me what to do/how to do it?” -Andy Smithson, MSW from Tru Parenting
21. “Are you going to put the puzzle away now or after you wash your hands?”
22. “Shoes.” “Potty.” “Teeth.” One-word cues instead of lecture. –Lisa P-W
23. “Do you have a way you want to do this?” is one of my favorites. Gives the child a chance to take the lead and taps into their inner motivation and problem solving skills. I have a post that is similar here! (post) -Ariadne Brill from Positive Parenting Connection
24. “It’s out-the-door time. Are you coming to the mudroom on your hands or feet?” (Try walking on your hands)
25. “I also used to have a hard time doing XYZ when I was your age—is there anything I can do to help you?” –Rivka Caroline
26. “Who is brushing your teeth? Mommy or Daddy?” (Pick Daddy, pick Daddy.)
27. Say you’re looking for an expert on road safety, shoelace tying, hand washing. Act like you’ve forgotten how. They’ll soon take charge and show you what to do -Amy P

WHINING/ DEMANDING:

28. “I can hear you’re frustration, but can’t hear what you need. Try again, I’m listening.” -Brandie H
29. “I’ll be able to hear you when you use your regular talking voice.”
30. My 4.5yo can ask for something quite rudely so I calmly say to him “Ask me again in a kinder way” which allows him to practice his manners without feeling like he’s being reprimanded. Also if he whines or only uses one word, I’ll say to him “Can you repeat that in a sentence that I can understand?”  -Jill T
31. “Thank you, mama”, “Please, mama” after they have demanded something, as a reminder of a kinder way of using language. No shaming or judgment: I just would say what I wanted to hear, how I wanted to hear it. They would repeat it back to me and we would move on. Or they wouldn’t, and we would still move on – Casey O’Roarty of Joyful Courage
32. One of my favorites: “Can I get a Yes, Mama!?” I always say it in a playful way and usually get an exuberant, and affirmative, response back. If there’s a little bit of tension, this seems to help break it. Also, when I ask Cee to do something, I ask in a genuinely respectful way that shows how much I value her help. “Cee, I could really use your help. Would you mind giving me a hand with setting the table?” And then “Thanks SO much for being such a helper today. I don’t know what I would do without you.” I have a newborn, and I’m really asking for a lot of help from my 4-year-old right now, and she’s almost always willing to help when she feels truly valued. – Alice Callahan, PhD from Science of Mom
Want more parenting help? I’m so excited to let you know that these phrases plus many more are available as an app for your mobile device! The App is called “Taming Tantrums“: Click here or look to the right side-bar more information>

Tommaso's Baby Carrots

http://www.cookingchanneltv.com/recipes/david-rocco/tommasos-baby-carrots.html
David Rocco


Photo: Tommaso's Baby Carrots

INGREDIENTS












DIRECTIONS
In a pot of boiling water, cook the carrots for a few minutes until fork tender. 

Put the carrots into a bowl, along with a few tablespoons of water from the pot. Add the Parmigiano cheese, extra-virgin olive oil andmash carrots with the back of a fork. Let cool to room temperature before serving to babies (or big babies).

veggie nugget

Cheesy Veggie Tots

Posted by BuzzFeed Health on Wednesday, 30 September 2015

Monday, 21 September 2015

BAHASANYA VULGAR. APA ADANYA TAPI KITA WAJIB TAHU

https://www.facebook.com/309778485839317/photos/a.309779932505839.1073741826.309778485839317/559065410910622/?type=1



Barusan nonton Basa Basi di Trans TV. Bintang tamunya Bu Elly Risman. Ngeri sekaligus bikin sedih. Musibah paling bahaya adalah ketika kita ga sadar kalau dalam bahaya besar. Kurang lebih ini kesimpulannya. Untuk para orang tua, silahkan dibaca.
Apa yang beliau paparkan, shocking banget buat para orangtua yang hadir.
Pemaparan awal tentang kesalahan-kesalahan komunikasi orang tua pada anak, bicara terlalu cepat,
bicara terlalu banyak, (ngomel) yang tidak perlu, tanpa sadar berbohong, mengkritik, mengenggurui, dll.
Komunikasi yang salah mengakibatkan anak jadi BLAST. Jiwanya jadi kosong, ga pede, pemarah, dendam sama orang tuanya sendiri.
Beliau ngasih contoh kasus anak kecil yang ngadu ke gurunya, "Bu, kalau aku bunuh ayahku boleh ga? Aku dosa ga?". Ternyata si anak merasa selalu disalahkan dan didikte orang tuanya.
Nah, anak-anak yang BLAST ini adalah sasaran empuk buat pengusaha pornografi karena rata-rata dari mereka pasti akan cari pelampiasan. Sekarang masuk ke bagian industri pornografi. Target market utama mereka adalah anak laki-laki. Kenapa laki-laki? Karena mereka lebih mudah fokus dan hormon testosteron mereka lebih tinggi daripada perempuan. Setiap tahun pebisnis pornografi rapat dengan para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk merencanakan strategi pemasaran yang baru.
Alih-alih mengembangkan produk, mereka memilih untuk 'investasi masa depan' pada anak-anak. Target mereka adalah anak laki-laki yang terpapar pornografi, kalau sudah 33 sampai 35x mast****si berarti sudah bisa dipastikan akan menjadi pelanggan masa depan karena otaknya pasti sudah ketergantungan dengan pornografi (porn addiction).
Yang perlu diketahui, porn addiction jauh lebih merusak otak daripada drugs addiction. Terapinya pun jauh lebih susah. Drug addict bisa diterapi dengan detoxifikasi tapi porn addict harus dengan terapi dan butuh tekad dari yang bersangkutan. Dan kerusakan yang ditimbulkan sekali kita terpapar akan permanen. Paparan pornografi itu berjenjang.
Jadi ibarat sampah, pertama kali mungkin kita akan muntah-muntah nyium baunya. Tapi lama kelamaan, kalau kita nyium sampah (misal tukang sampah) kita akan terbiasa bahkan bisa makan di deket sampah (bahkan ada yang tinggal di TPS tho?)
Begitupun dengan pornografi, setiap levelnya anak akan semakin kebal dan anak butuh melihat yang levelnya lebih tinggi untuk bisa terangsang. Kalau melihat sudah ga 'ngaruh' lagi, mereka akan melakukan. Dan disini bencananya.
Kami dikasih contoh beberapa kasus mengerikan yang pelakunya anak-anak sex addict. Ada audience yang curhat tentang tetangganya, anak kelas 6 SD yang 'ngerjain' adik kandungnya yg berusia 5 tahun. Sekarang si adik malah jadi ketagihan sex.
Ada lagi anak 10 tahun yang menyodomi temennya pake SENDOK! (Ada games yang ngajarin anak-anak untuk menyodomi)
Contoh-contoh mengerikan lainnya. Anak-anak porn addict bisa dikenali. Ada ciri-cirinya. Dan pertanyaan mereka luar biasa.
Kalau anak normal keponya cuman "sex itu apa?". "Bayi itu berasal dari mana?".
Anak-anak porn addict akan bertanya, "Bagaimana cara memasukkan p***s ke dalam v****a?". Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terlalu vulgar.
Bahkan ada istilah-istilah yang audience aja ga tahu itu apa. Kalau anak sudah 33-35x mast****si, hampir bisa dipastikan akan terjadi incest. Atau dia akan melampiaskan pada temennya di sekolah. Dan itu kasusnya BANYAK. Jadi usia 7 tahun saudara laki-laki dan perempuan tidurnya udah harus dipisah. (Tahu kan kasus anak umur 11 tahun yang memperkosa 2 adik perempuan dan IBU KANDUNGnya karena selalu tidur 1 ruangan dengan mereka?)
80% kasus pelecehan terjadi di rumah sendiri/rumah keluarga dekat (rumah nenek pas ngumpul keluarga) dan sekolah. Nah, disitulah bibit awal pedofilia dan LGBT.
Semuanya saling berkaitan.
Sekarang tentang media, film. Terutama yang asalnya dari Amrika yang dicontohkan film Breaking Dawn sama Fifty Shades of Grey. Games-games cowok dan games cewek (The Sims4).
Video klip contohnya Nicky Minaj (yang ngajarin or*l sex) bahkan kata Bu Elly, kalau anak anda disuruh makan sosis malah muntah, berarti dia udah nonton video klipnya dan Miley Ciyrus (wrecking Ball).
Tontonan lainnya ada Glee (udah jelas lah ya misi LGBTnya), komik, spongebob (kami dikasih liat scene spongebob ciuman sama patrick), stiker LINE, K-Pop (diliatin foto 2 cowok K-Pop idol lagi ciuman bibir di panggung) dan situs (ada situs LGBT bahkan untuk anak-anak).
Bu Elly nangis di panggung, beliau curhat sama kami bahwa pemerintah seolah tutup kuping sama kejadian ini. Beliau sudah menawarkan reset dan mendatangi kementerian-kementerian terkait untuk sosialisasi porn awareness. Tapi ga pernah digubris.
UU pornografi pun ga ada penerapannya (kayak ga ada). Bahkan terakhir beliau diskusi dengan Ibu Jokowi tapi yang bikin kecewa justru bersamaan dengan seminar kami, Ibu negara malah kampanye kanker serviks (sudah booming karena si jupe kena).
Ga ngerti implementasinya sampe atau nggak ke masyarakat. Makanya ayo jadi penggerak di unit kerja kita masing-masing. Pemerintah itu seharusnya membentengi masuknya bencana ke Indonesia bukannya memfasilitasi.
Ekspresi harus bisa dipertanggungjawabkan.
Kalau dibiarin bebas, akhirnya orang jadi liar. Itulah kenapa harus ada aturan. Sebenernya yang pikirannya tertutup justru seniman Indonesia.
Pikirannya hanya terfokus pada gimana sih pemerintah!
Gimana sih umat Islam nih ga kompromis! Padahal harusnya mereka lebih DEWASA dalam berpikir. Ga pragmatis.
Orang Indonesia itu ga semuanya adult. Di sini juga ada anak-anak. Mereka belum ngerti mana yang harus diikuti, mana yang nggak. Di situlah peran kita melindungi mereka.
Kita semua punya tanggungjawab moral. Termasuk seniman.
Hal yang mengejutkan adalah isi sambutan founder salingsapa.com(penyelenggara). Beliau bilang, "Saya punya kenalan beberapa pemilik stasiun tv swasta. Salah satunya yang ada di kebon jeruk. Saya kaget, ternyata rata-rata dari mereka pada ga punya tv. Ketika saya tanya alasannya (sama pemilik stasiun di kobon jeruk), beliau bilang, "Saya sudah tahu bahwa produser itu mengejar rating. Sekarang, program tv itu pure A BUSINESS. Jadi mereka akan menayangkan apapun yang menarik minat masyarakat sehingga rating naik. Kalau rating naik, otomatis iklan berdatangan"
Mereka aja ga membiarkan anak mereka nonton tv. Dan kita masih membiarkan anak-anak kita nonton? Jadi intinya, kita semua punya peran untuk menanggulangi krisis moral di Indonesia. Karena dampaknya jangka panjang dan krusial. Ketika nanti kita jadi pejabat, jadi pengambil keputusan, pelajari baik-baik apa yang mau kita putuskan. Karena tanggungjawab kita besar. Sekarang, tugas kita adalah merintis perubahan positif di unit kerja masing-masing
Ajak diskusi orang-orang yang masih satu visi, orang-orang yang masih punya passion untuk memperbaiki carut-marut negara ini.
Kalimat terakhir paparannya Bu Elly Risman, "Ayo Bergerak Bersama. Lindungi Anak Indonesia dari Bahaya Pornografi".
Sorry, just sharing. Karena kita ga bisa kerja sendiri. Butuh KAMU...
IYA KAMU...
Butuh KAMU buat ikutan. Semoga kita bisa merintis perbaikan. Semoga negeri ini jadi lebih baik nantinya.

Sunday, 13 September 2015

Teaching Empathy Through Design Thinking

http://www.edutopia.org/blog/teaching-empathy-through-design-thinking-rusul-alrubail?utm_source=twitter&utm_medium=cpc
Rusul Alrubail



In an age of creators, makers, and innovators, we hear of the conceptdesign thinking too often. What is design thinking? More importantly, can design thinking help you as an educator in your classroom?
Design thinking is a concept that centers around applying creativity and innovation to our actions, decision making, and problem solving as human beings. More significantly, it focuses on the impact that this creative and innovative thinking has on individuals. As a concept, design thinking can be used pedagogically to enhance our teaching practices. As a tool, it can be used to foster and teach empathy in the classroom.
The core principles of design thinking are to empathize, define, ideate, prototype, and test. Teaching design thinking can be a powerful way of teaching students empathy in that it teaches them how to solve another person’s problems by providing creative and innovative solutions that relate to his or her needs.
To practice this with your students, identify a problem that you will need to solve in your own environment. As a class, you can choose to work on one problem and have students come up with individual solutions, or the students can choose their own problems and work their way toward identifying solutions through the steps below.

1. Empathize

Empathy is the first step in design thinking because it is a skill that allows us to understand and share the same feelings that others feel. Through empathy, we are able to put ourselves in other people's shoes and connect with how they might be feeling about their problem, circumstance, or situation. Some questions to consider:
  • What is the person feeling?
  • What actions or words indicate this feeling?
  • Can you identify their feelings through words?
  • What words would you use to describe their feelings?
These are just some of the guided questions that students can reflect on to identify the problem and how others are feeling about it.

2. Define

The next step is to define the above feelings and identify the main problem to be solved. It's important that, throughout this process, students use language that is identifiable, positive, meaningful, and actionable. Instead of focusing on the negative side of the problem and the lack of options, steer students to using language that is positive, empathetic, and will direct them toward solution-based thinking. Defining the problem is part of the process of shaping a point of view -- our own and others' -- about the problem. Therefore, the framing should inspire the group, the student, or the entire class to find solutions.

3. Ideate

This process is where ideas are generated. Students can learn empathy here when you teach them new and different ways to find solutions to a problem -- there is no single right way for a great idea. Here are a few strategies that you can encourage:
  • Mindmapping
  • Brainstorming
  • Sketchnotes
  • Bodystorming
  • Inquiry.
This process helps students to see things from different perspectives. It allows them to step outside of what they might think is the obvious solution and instead generate ideas outside of their own realm.

4. Prototype

In the prototyping phase, students get to make and create the solution to the problem. Empathy helps them see that they're in the first step in a longer process. A prototype can be changed, altered, re-evaluated, and recreated many times based on the needs of the users (either the students themselves or someone else). This process also helps students to recognize that failing is part of learning, and that it's OK to fail. Failure, however, needs to be analyzed so that we learn and grow from our mistakes. Ask these questions:
  • Why did we fail?
  • What worked?
  • What didn't work?
  • How can we improve to help the user next time?
  • Is this solution feasible? Is it manageable?
  • Are these changes designed with the user in mind?

5. Test

During testing, empathy plays a key role in shaping of the user's experience. Focus on showing and not telling. This helps the users to create their own experiences, and also helps us to identify how to improve their experiences next time. The opportunity for empathizing is important at this stage, because one is able to see the user's experience and hear his or her thoughts, feelings, and ideas. Testing also helps to shape our point of view in relation to the user's point of view.
Design thinking to teach empathy can be applied to many problems that arise in the classroom and help encourage students on solution-based thinking -- a process that concentrates on positivity, feedback, iteration, and empathy. If you're interested in implementing design thinking in your classroom, visit Design Thinking for Educators for some free resources.

Wednesday, 26 August 2015

PERKEMBANGAN ORAL BAYI

http://www.ayahbunda.co.id/bayi-gizi-kesehatan/perkembangan-oral-bayi


Fotosearch

0-4 bulan
Inisiasi menyusui dini (IMD) ternyata bukan hanya sekadar bonding. Ketika bayi  menempel pada payudara, inilah momen pertama untuk melihat kemampuan oral motornya. Yaitu, ketika bayi  mulai mencari puting susu. Momen menyusui pertama dapat dikatakan sebagai cikal bakal untuk mengembangkan kemampuan oral motor bayi.
Kemampuan oromotor: Saat usia ini, kemampuan oromotornya berfokus pada gerak refleks. Ada beberapa refleks yang berperan dalam proses menyusui, yaitu:
  • Ketika puting disentuh ke area mulut, bibir, pipi, atau dagu bayi, si kecil akan segera menoleh ke arah sentuhan dan mulutnya terbuka untuk mencari. Ini disebut reflect rooting.
  • Setelah menemukan, bayi akan memasukkan puting ke dalam mulut, saatnya mengisap.
  • ASI sudah mulai keluar dan sudah masuk ke dalam mulut, lidahnya memindahkan cairan tersebut ke bagian belakang mulut untuk ditelan. Ini disebut suck and swallow reflex atau refleks mengisap dan menelan.
Makanannya: Hanya ASI.

4-6 bulan
Pada usia ini sudah terjadi kematangan kemampuan mengisap si kecil. Ketika anak usia 4 atau 5 bulan belum dianjurkan untuk diberi makanan semi padat.
 Kemampuan oromotor: Kemampuan mengisap semakin sempurna. Gerak refleksnya pun berkembang yang disebut dengantongue thrust reflex.  Si kecil sudah bisa menjulurkan lidah keluar, namun belum bisa minum dari sendok atau gelas. Selain itu, ia juga sudah mulai bisa menolak apa yang dimasukkan ke dalam mulutnya. Ini disebut dengan gag reflex atau refleks muntah. Ketika sendok atau makanan ke bagian belakang mulutnya, maka dia otomatis akan mengeluarkan kembali ke bagian depan lidah.

Makanannya: Hanya ASI.

6-9 bulan
Pada usia ini, bisa dikatakan sebagai periode kritis bayi untuk mengunyah, karena ASI sudah tidak lagi cukup memenuhi kebutuhan gizinya. Usia ini adalah waktu mulut si kecil merasakan sensasi mengunyah untuk pertama kali.
Kemampuan oromotor: Refleks menjulurkan lidah, refleks rooting, dan refleks muntah sudah mulai berkurang. Si kecil sudah bisa mulai mengunyah. Makanan yang dimasukkan ke dalam mulutnya tidak akan dimuntahkan lagi. Refleksnya justru semakin berkembang. Lihat saja,  ketika melihat sendok mendekat, mulutnya akan terbuka.

Makanannya: MPASI berbentuk pure yang bisa dicampur ASI atau makanan semi padat lain. MPASI diberikan secara bertahap untuk menunjang keterampilan makan bayi dan menjadi dasar pengembangan stimulasi kemampuan oromotornya.

9-12 bulan
Si kecil sudah mulai terbiasa mengunyah. Ditambah juga dengan kemampuan memegang benda sendiri. Si kecil sudah mulai bisa untuk memegang makanan dan memasukan ke dalam mulutnya.
Kemampuan oromotor: Keterampilan mengunyahnya sudah mulai sempurna dan sudah mulai bisa minum dari gelas. Lidahnya juga sudah mulai bisa bergerak untuk memposisikan makanan saat akan dikunyah.

Makanannya: MPASI sudah mulai ditinggalkan dan sudah bisa diberikan makanan finger-food.

1-2 tahun
Pada usia ini, si kecil sudah mulai mencicipi makanan keluarga dan rasa makanan orang dewasa. Belum bisa dikatakan bisa makan sendiri dengan terampil,  karena ia kerap penasaran dengan apa yang dimakan sehingga belepotan saat dia makan sendiri.
Kemampuan oromotor: Sudah terbiasa makan dari sendok dan sudah bisa minum minuman dari sedotan. Bibir dan lidahnya sudah bisa terkoordinir ketika si kecil menyuapi makanannya sendiri lewat sendok.

Makanannya: Fingerfood masih tetap diberikan, namun sudah bisa mencicipi makanan keluarga.

2-3 tahun
Wah! Si kecil sudah besar dan sudah mulai belajar mandiri. Kemandiriannya terus terlatih, ketika dia sudah masuk prasekolah dan makan bersama kawan-kawannya. Kadang makannya masih belepotan tapi dia sudah bisa mengerti rasa beberapa makanan. 
Kemampuan oromotor: Mengunyahnya sudah sempurna. Lidahnya sudah mampu mengenal berbagai rasa makanan. Giginya juga sudah mampu makan makanan yang agak keras.

Makanannya: Makanan padat dan makanan keluarga.

Monday, 17 August 2015

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan

logo klik dokter
http://klikdokter.com/rubrikspesialis/alergi-anak/serbaserbi-alergi-anak/panduan-tumbuh-kembang-bayi-usia-012-bulan/panduan-tumbuh-kembang-bayi-usia-012-bulan/1
dr. Karin Wiradarma
dr. Karin Wiradarma

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan


KlikDokter.com - Mengenali tahap pertumbuhan dan perkembangan buah hati sangatlah penting. Dengan demikian, Anda dapat memberikan rangsangan yang tepat untuk membantu tumbuh kembangnya. Selain itu, Anda juga dapat memantau dan menangani masalah atau gangguan yang mungkin timbul.
Parameter pertumbuhan mencakup tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Sementara itu, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam aspek perkembangan anak, yaitu perkembangan motorik, bahasa, kognitif, serta emosi dan perilaku.
Bayi Baru Lahir – 1 Bulan
Terbilang normal jika bayi kehilangan 10% dari berat lahirnya pada 2-3 hari pertama sejak ia lahir. Ia akan mendapatkan berat lahirnya kembali kurang lebih dalam waktu 2 minggu. Setelah itu, ia akan menimbun berat badan sebesar 30 gram setiap harinya.
Panjang badan bayi juga akan bertambah 3-4 cm dari panjang lahirnya saat ia berusia satu bulan. Selain itu, lingkar kepalanya pun akan bertambah kurang lebih 2,5 cm.
Ada beberapa refleks pada bayi baru lahir yang perlu Anda ketahui, yaitu:

  • Refleks rooting. Jika sudut mulut bayi disentuh, ia akan menoleh dan mengikuti arah sentuhan tersebut. Hal ini berguna agar ia dapat menemukan puting payudara.
  • Refleks hisap. Jika bayi berhasil menemukan benda yang menyentuh mulutnya (lanjutan dari refleksrooting), ia akan mulai menghisap benda tersebut.
  • Refleks moro. Bayi akan mengangkat kedua lengannya ketika ia terkejut.
  • Refleks genggam. Ketika kita menaruh jari pada telapak tangan bayi, ia akan menggenggamnya.
  • Refleks babinski. Jika telapak kaki bayi disentuh dengan pola melingkar, jempol kaki akan tertarik ke belakang dan empat jari lainnya merenggang. Refleks ini tidak normal jika masih terdapat pada anak di atas usia dua tahun.
Terbilang normal jika mata bayi tampak belum fokus dan kadang terlihat seperti juling. Terkadang mimik bayi seperti “terkejut”. Hal ini disebut jittery dan merupakan hal yang wajar. Namun, perlu dibedakan jittery dengan kejang.
Pada tahap ini, bayi belum dapat berkomunikasi dengan baik. Semua diutarakan melalui tangisan. Anda dapat membantu perkembangan bayi dengan menggendong sambil menatap wajahnya, berbicara atau bernyanyi dengan lembut, mengayun bayi dengan lembut, dan jangan terlalu lama merespons tangisan bayi.

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan

Bayi 1-3 Bulan
Pada tahap ini, berat badan bayi bertambah 680-910 gram setiap bulannya. Panjang badannya bertambah kurang lebih 2,5 cm setiap bulan. Sementara itu, lingkar kepala juga bertambah 1,25 cm setiap bulan.
Otot leher bayi pada usia ini sudah lebih kuat, sehingga ia mulai dapat menegakkan kepalanya. Ia pun sudah dapat memasukkan tangan ke mulut, melihat mengikuti benda dan cahaya, mendengarkan suara, serta membuka tutup tangannya. Pergerakan lengan dan tungkainya pun sudah lebih aktif.
Bayi juga mulai mengeluarkan suara-suara selain tangisan. Bahkan kini tangisannya dapat lebih dibedakan: apakah dia lapar, mengantuk, tidak nyaman, dan lain-lain. Pada usia ini, bayi mulai dapat mengenali suara orang yang sering didengarnya, seperti ayah, ibu, dan pengasuh.
Selain rangsangan yang diberikan pada bayi baru lahir, Anda juga dapat memberikan mainan yang berbunyi untuk bayi Anda. Perlihatkan benda yang berwarna terang, hitam, atau putih. Anda juga bisa menggantung mainan yang berputar dan mengeluarkan musik untuk dipasang di atas tempat tidurnya.

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan

Bayi 4-6 Bulan
Pada usia 4-5 bulan, berat badan bayi akan bertambah menjadi dua kali berat lahir. Panjang badannya bertambah 1,25-2,5 cm per bulan, dan lingkar kepalanya bertambah 1,25 cm per bulannya.
Refleks yang terdapat saat ia baru lahir umumnya sudah mulai menghilang. Pada masa ini, bayi sudah bisa menjaga keseimbangan kepala dengan baik, memiringkan badan ke kanan dan ke kiri, dan pada usia 6 bulan umumnya sudah bisa duduk sendiri. Bayi juga sudah mulai dapat melihat warna dan melihat dalam jarak yang lebih jauh.
Bayi sudah dapat mengoceh, tertawa, dan menirukan bunyi. Ia pun mulai mengenal namanya, wajah orang yang familiar, mengerti kata “tidak”, dan mengulurkan tangan untuk digendong.
Untuk menstimulasi perkembangannya, sering-seringlah berbicara dengan bayi Anda, walaupun mungkin ia belum memahami perkataan Anda, dan ajaklah ia bermain.

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan

Bayi 7-9 Bulan
Pada tahap ini bayi umumnya bertambah berat sebanyak 450 gram setiap bulannya dan biasanya bayi laki-laki lebih berat dibanding perempuan.
Sementara itu, pertumbuhan panjang badannya akan melambat menjadi 1,25 cm tiap bulan dan lingkar kepalanya 0,6 cm per bulan.
Pada usia ini bayi sudah mantap duduk tanpa sokongan dan merangkak, bahkan sudah mulai berusaha berdiri dan merambat.
Ia juga mulai bisa memegang benda menggunakan jempol dan telunjuknya, serta memasukkan benda apa pun ke dalam mulut. Anda pun mulai bisa mengajarkannya minum dari gelas.
Bayi sudah mulai mengenal orang, sehingga ia akan enggan untuk digendong orang tidak dikenal.
Sebaliknya, ia akan sangat lengket dengan ibunya. Ia sudah mulai mengenali dirinya dan senang memandang bayangan dirinya pada cermin.

Panduan Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-12 Bulan

Bayi 10-12 Bulan
Pada umumnya bayi akan meraih tiga kali berat badan lahirnya saat usia 1 tahun. Sementara itu, panjang badan dan lingkar kepalanya akan bertambah 0,6 cm per bulan.
Bayi sudah lebih lancar merambat, berdiri beberapa saat tanpa berpegangan, bahkan berjalan jika dituntun atau berpegangan.
Ia pun dapat memasukkan makanan sendiri ke dalam mulut. Jenis makanan yang dimakan mulai beragam, karena pada usia setahun biasanya telah tumbuh 4-6 gigi.
Bayi pada usia ini sudah mulai lebih memahami perkataan dan perintah Anda. Ia juga aktif dan bersemangat menjelajah lingkungannya.
Buah hati Anda pun sudah mengenal dan dapat menikmati musik. Pada usia ini, bayi juga sudah mulai dapat memperlihatkan emosi dan karakternya.
Pada tahap ini, Anda sudah dapat membacakan dongeng untuknya setiap hari atau bersama-sama mempelajari gambar-gambar pada buku.